Rabu, 26 September 2012

Perempuan Lebih Mudah Kesurupan

Ada pertanyaan menarik saat saya dan kawan-kawan sedang ngobrol dan berkumpul di basecamp setandanpisang. Kenapa masih ada kesurupan masal? Kenapa yang kesurupan kebanyakan kaum perempuan? Dan kenapa kesurupan ini sering terjadi di sekolah-sekolah?

Di jaman sekarang ini, dimana kebanyakan orang berfikir rasional dan lebih mengutamakan logikanya masing-masing. Ketika ada kasus, seperti; kesurupan, tentu menjadi sangat beragam dalam menanggapinya.

Kenapa bisa kesurupan secara masal dan kenapa lebih sering terjadi pada kaum perempuan?
Kalau dari dua pertanyaan ini mungkin bisa dianalisa dan diambil suatu kesimpulan, karena kaum perempuan memang lebih mudah dalam mempengaruhi atau mengikat orang lain atau benda yang ada disekelilingnya, ketimbang laki-laki. Selain itu perempuan memiliki saraf penghubung antara otak kanan dan kiri yang lebih banyak dan sama besar, sehingga bagi perempuan yang kurang terlatih terkadang akan kesulitan untuk membedakan mana yang logis dan mana yang khayal, hal inilah yang membuat perempuan juga mudah dipengaruhi.

Tetapi mengapa sering terjadi di sekolah-sekolah? 
Kalau alasannya tempatnya menyeramkan, bukankah lebih banyak tempat yang lebih menyeramkan dari pada sekolahan, atau mungkin yang menyeramkan itu adalah guru-guru yang dianggap killer.

Sekolah merupakan salah satu tempat yang bukan hanya untuk mengasah otak namun juga untuk mengasah jiwa dan mental siswa. Apabila suasana di lingkungan sekolah kurang baik, maka bisa mempengaruhi perkembangan mental dan jiwa siswanya.

“Kalau tempat seperti sekolahan, yang dalam sehari lebih banyak waktu dimana kelas atau sekolah itu kosong dari pada proses belajar mengajarnya, itu menjadi kurang baik, karena suasana kelas atau sekolah menjadi dingin”, kata salah satu sahabat setandan sewaktu menjelaskan kenapa justru sering terjadi kesurupan di sekolah. “Coba bandingkan, bila kita memasuki lingkungan yang jarang dihuni dengan yang selalu dihuni sudah tentu suasananya berbeda, tempat yang selalu dihuni memiliki suasana yang hangat. Dan di sekolahan membutuhkan suasana yang hangat”, lanjutnya.

Tapi saya kira bukan karena alasan itu sehingga pemerintah akan manambah waktu atau jam pelajaran di sekolah-sekolah kan? Hihihi…


Jumat, 21 September 2012

Jajanan di Sekolah

Malam itu anakku menangis tidak seperti biasanya, merintih sambil tangannya terus memegangi pipi. Anakku sakit gigi, ada lubang di gigi gerahamnya yang menyebabkan badannya panas, ditambah juga tenggorokannya sakit dengan amandel yang membengkak.

Melihat hal itu, segera aku carikan obat untuk mengurangi rasa sakit yang sedang dideritanya.

Aku sempat terkejut, selama ini aku selalu rewel pada anakku supaya mengurangi jajan dan menggosok gigi setiap kali sehabis memakan jajanan, seperti; permen, coklat, es krim dan makanan ringan lainnya yang suka dibeli dari pedagang yang sering keliling lewat depan rumah. Tapi kalau beli jajanannya di sekolah?

Ya, kalau beli jajanannya di sekolah memang kami kurang bisa control. Terkadang aku juga jengkel kalau melihat ada pedagang jajanan untuk anak-anak yang tidak memperhatikan kadar gizi atau nutrisi pada makanan yang dijualnya. Jajanan seperti itu masih banyak dijumpai di kantin sekolah.

Berbeda sewaktu aku dulu sekolah SD, cukup dengan uang 25 (dua puluh lima) rupiah saja aku sudah bisa mendapatkan 2 bakwan plus satu lontong, yang jelas itu makanan yang sehat. Sangat jauh memang bila dibandingkan dengan nilai uang dan mutu jajanan sekarang ini.

Aku sedang browsing tentang jajanan yang baik untuk anak-anak ketika kemudian menemukan berita tentang adanya program “Chef goes to school”. Program yang dikembangkan oleh Philips dari ide-ide orang tua yang khawatir soal makanan dan minuman yang biasa  dibeli di sekolah.

Program yang dilahirkan dari ide Bunga Sirait, pemenang The ‘+’ Project untuk kategori hidup sehat, sedang merealisasikan dalam bentuk pelatihan gizi dan memasak di sekolah-sekolah. "Banyak orang tua, termasuk saya, sering khawatir tentang makanan dan minuman yang bisa dan biasa dibeli di sekolah, saya berpendapat bahwa program yang mendorong penyediaan  makanan bergizi perlu diadakan di sekolah" kata Bunga.

Aku tentu menyambut gembira dengan adanya program itu, semoga nanti di sekolah anakku juga diadakan pelatihan itu.




Senin, 17 September 2012

Aku Tak Suka Debat

Pagi tadi ada yang menanyakan padaku, apakah semalam aku mengikuti acara debat pilkada di televisi. Aku bilang, aku paling nggak suka debat, apalagi acara debat. Kalau tidak ada pilihan tontonan lain di televisi selain acara debat, mending aku matikan tv.

Sejak kecil aku tidak pernah diajarkan debat oleh orang tuaku, demikian pula sewaktu sekolah di SD, SLTP dan SMK, aku juga tidak diajarkan debat. Pernah sewaktu kuliah memang ada acara debat di kelas untuk membahas suatu materi, tapi hal itupun tidak aku ikuti.

Seingatku, waktu di sekolah, aku diajarkan tentang pancasila sebagai dasar negara, dan debat tidak ada dalam sila itu, yang ada musyawarah. Sedangkan menurut orang tuaku, debat itu hanya akan membuat manusia jauh dari Tuhan.

Dengan Pancasila, bukankah seharusnya Indonesia bisa lebih baik?
Apa sebenarnya yang ingin dicapai dari debat itu?

Kalau bicara soal pemerintahan demokrasi yang menganjurkan debat untuk mencari solusi, seperti halnya Amerika yang selalu dijadikan kiblatnya demokrasi, di Indonesia masih jauh.

Di Amerika, pernah aku dengar, terjadi dalam satu partai ada dua kubu yang mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin, kemudian keduanya mengadakan debat terbuka. Aku juga tidak menontonnya, aku hanya dengar hasil akhir dari debat itu. Waktu itu di Amerika, salah satu kandidat mereka kalah dalam debat, dan kemudian yang kalah itu tidak enggan untuk mendukung kandidat yang mengalahkannya.

Nah, kalau di Indonesia yang sering aku tahu, justru yang kalah malah kemudian memilih mundur dari partai dan mendirikan partai baru.

Debat dalam hal apapun, perlu didasari mental kuat dan tangguh, yang siap menerima kekalahan dengan cara yang legowo, menjauhi hal-hal yang bersifat saling menjatuhkan dan lebih mengutamakan kepentingan bersama daripada membesarkan ego. Memang tidak mudah untuk menjadi bijak, tapi minimal bisa menjadi contoh yang baik untuk anak cucu kita nantinya.



Jumat, 14 September 2012

Menjaga Malam

Sayup-sayup terdengar suara dari speaker masjid dekat rumahku yang berkumandang untuk membangunkan orang-orang dari tidurnya.

Khusus bagi kaum muslim, suara itu mengajak untuk segera bangun dan menunaikan shalat shubuh, tapi bagi kalangan lain mungkin suara itu berguna juga untuk membangunkan tidurnya demi melakukan aktifitas lain.

Dan dari suara itu pula yang membuatku beranjak dari kamarku, padahal aku memang belum tidur dari semalam.

Entahlah, akhir-akhir ini aku sering terjaga dan susah tidur. Mungkin karena banyak nyamuk yang asyik mengerubutiku atau mungkin juga pengaruh kopi pahit yang kuminum sehingga membuatku tetap terjaga. Tapi aku tidak menyalahkan nyamuk dan kopi.

Kebanyakan orang beranggapan, kurang tidur malam bisa menimbulkan efek negatif, seperti gampang terserang penyakit misalnya, tapi bagiku pandangan itu selalu aku tepis.

Bermacam-macam pendapat yang menyatakan pengaruh positif dan negatif karena kurang tidur malam tidak membuatku ragu. Bukankah dari kekhawatiran, rasa was-was atau ragu-ragu itulah sesungguhnya yang merupakan pintu gerbang dari suatu penyakit?!

Lalu ngapain saja semalaman nggak bisa tidur?

Aku dan kamu belum tentu sama apa yang dilakukan ketika mata melek di malam hari :)

Published with Blogger-droid v2.0.9

Senin, 10 September 2012

Memperbaiki Tulisan

Aku mulai belajar menulis sejak umur empat tahun, waktu itu belum sekolah, tapi kedua orang tuaku dan teman-temanku sudah mengajarkan aku mengenalkan huruf-huruf. Dulu, aku tidak sekolah TK (Taman Kanak-Kanak) seperti temanku yang lain, makanya aku juga tidak bisa menyanyi.

Setelah umur 6 tahun, aku langsung masuk sekolah dasar, tapi aku masih ingat sebelum aku SD, dulu aku sudah bisa menuliskan nama sendiri.

Bagiku, belajar menulis memang bukan hal yang gampang, aku ingat ketika di sekolah dulu diajarkan menulis huruf sambung, bukuku selalu bolong atau kadang sobek karena keseringan menghapus tulisan yang salah. Dan ketika hal yang sama juga terjadi pada anakku ketika salah tulis, aku pun tersenyum, teringat sewaktu dulu aku sibuk memperbaiki tulisanku.

Dan sampai sekarang ini, aku pun masih terus belajar memperbaiki tulisanku, khususnya di blog ini. Awal aku memulai ngeblog, tulisanku sangat berantakan, sedikit demi sedikit aku mencoba memperbaikinya.

Jadi, kalau ada yang pernah membaca tulisanku tapi kemudian ada kata-kata yang hilang, itu berarti aku sudah merubah mengubah atau menghapusnya. Tetapi setiap kali aku mau merubah mengubah atau menghapus kata dalam tulisan, aku mencoba memastikan kalau hal itu tidak mengurangi isi dan makna secara keseluruhan kok :D


Senin, 03 September 2012

Sekolahnya Gratis, Bukunya Beli di Mester

Istri sempat sewot, ketika pulang setelah menjemput anakku dari sekolah. Aku baru tahu permasalahannya setelah aku mendengar ceritanya. Ternyata, karena anakku tidak mendapatkan buku pelajaran yang dibagikan oleh sekolah. Lalu kenapa sewot?

"Gimana nggak sewot, tadi siang Aji (nama anakku) nggak kebagian buku pelajarannya karena sudah habis sewaktu dibagiin, dan yang nerima buku justru orang tua muridnya setelah saling berebutan, ya sewot gitu loh". kata istriku yang masih  dalam keadaan uring-uringan. Aku mendengarkan sambil kutanyakan, "Kok begitu?".

Menurut cerita istriku, beberapa orang tua murid yang kebetulan nungguin anaknya sekolah di depan kelas tahu kalau mau dibagi buku pelajaran baru, kemudian mereka saling berebutan untuk mendapatkannya. Dan ketika istriku sampai sekolah untuk menjemput anakku yang baru keluar kelas, melihat orang tua murid lainnya mendapatkan buku kemudian menanyakannya, lalu istriku bertanya pada anakku apakah mendapatkan buku juga. Anakku menggelengkan kepala.

Buku pelajaran yang semestinya dibagikan ke anak murid, tapi oleh gurunya dibagikan kepada orang tua yang nungguin anaknya sekolah. Memang selama ini istriku hanya menjemput dan mengantar anak ke sekolah sesuai jam masuk kelas dan keluar saja, tidak menunggu anak di samping kelas selama proses belajar, dan memang akulah yang meminta seperti itu, supaya anak mau belajar mandiri.

Dengan terpaksa, akhirnya istriku meminjam buku dari salah satu murid yang satu kelas dengan anakku untuk dijadikan contoh supaya bisa membeli buku pendidikan itu. Kemudian esoknya aku mengajak istri dan anakku pergi ke Mester Jatinegara untuk mencari buku pendidikan yang sama yang digunakan untuk kelas 1 SD di sekolah. Ada tiga buku yang belum dimiliki anakku, yaitu Matematika, Pendidikan Agama dan Penjasorkes.

Sepulang membeli buku, aku bilang ke istriku, "untuk sekarang ini nggak apa-apa kita beli buku di luar, nanti bapak cari tahu dulu hal yang sebenarnya kenapa di sekolah sampai ada kejadian seperti itu, kalau memang ini ada unsur pelanggaran nanti bapak akan usut dan laporkan ke instansi yang berwenang". kataku mencoba menghibur anak dan istriku.

Aku harap hal ini tidak terjadi lagi kepada anakku dan juga anak murid lainnya.

Published with Blogger-droid v2.0.8

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Grants For Single Moms