Jumat, 06 Mei 2011

Menampar Diri Sendiri

Kala itu aku sedang nongkrong di warung kopi sambil menikmati pisang goreng yang hangat. Disana aku bertemu sosok orang tua berjenggot lebat dengan wajah keriput namun jelas terpancar kedamaian dari wajahnya yang penuh guratan. Setelah aku berbincang-bincang dengan beliau, akupun beranggapan bahwa bukan hanya kedamaian yang tersimpan di balik wajahnya yang teduh, tetapi juga banyak berbagai pengalaman hidup yang pasti sudah dilaluinya.
Dari perbincangan kesana kemari aku semakin meyakini kalau Si Mbah ini orang yang pandai, cerdas tapi juga lugu. Si Mbah benar-benar memahami tentang kehidupan yang dijalaninya, itu yang membuatku semakin penasaran dan banyak bertanya kepadanya. Berbagai pertanyaanku selalu saja bisa dijawabnya dengan ringan tanpa bisa aku tolak untuk mengakuinya. Bahkan dengan pertanyaan-pertanyaanku yang kritispun Si Mbah menjawabnya dengan santai.

Aku semakin kagum saja padanya, dengan nada yang lembut, enteng dan penuh humor Si Mbah benar-benar bisa memahami pertanyaanku, walaupun aku terkadang mangajukan pertanyaan yang sedikit konyol. Dengan senyum manisnya aku dibuatnya semakin penasaran dan penasaran lagi.
Kemudian aku mulai asyik dengan pertanyaan yang iseng berharap agar suasana tidak terlalu kaku. Berjam-jam aku lalui perbincanganku dengan Si Mbah tapi rasa jenuh seolah tak ada. Kemudian mulai timbul dalam benakku untuk mengajukan suatu pertanyaan yang sekiranya tidak bisa dijawab oleh Si Mbah, kira-kira apa ya??
Ku pandangi wajahnya yang lugu dan disitu aku mendapatkan pertanyaan itu. Dalam benakku terbersit "Si Mbah pasti gak bisa jawab nih..hehehe". Si Mbah menegorku, "kenapa senyum-senyum nak?"
Aku : "Saya ada pertanyaan Mbah, jawab ya mbah..".
Si Mbah : "Iya, apa itu nak?".
Aku : "Kenapa Si Mbah memelihara jenggot?
Si Mbah : "Ohh.. ini karena Mbah senang memeliharanya.." jawabnya santai sambil mengelus-elus jenggotnya.
Aku : "Wahh kali ini Si Mbah salah menjawab tuh hahahaha..." kataku dengan tertawa lebar.
Si Mbah : "Loh koq..???" jawab Si Mbah heran.
Aku : "yang benar karena Si Mbah punya jenggot makanya dipelihara, kalau Si Mbah tidak punya jenggot manalah mungkin Si Mbah senang memeliharanya" kataku masih dengan tertawa.
Si penjual gorengan sampai terheran-heran melihat aku tertawa begitu lepasnya. Dalam hatiku aku merasa bangga karena bisa memberikan pertanyaan yang tidak bisa dijawab dengan tepat.
Si Mbah diam sejenak, kemudian beliau tertawa "Ha..ha..ha... kamu pintar nak, apa yang membuatmu pintar?" tanya orang tua itu padaku.
Aku menjawab "yang membuatku pintar adalah ilmu.."
Si Mbah : Ha..ha..ha.. jawabanmu salah nak, yang membuatmu pintar karena kamu tidak lagi bodoh.." sambil terus tertawa. "Walaupun ilmumu banyak tapi kalau kamu bodoh ya tetap saja tidak pintar" lanjutnya. Aku tercengang mendengarnya, tidak lama kemudian aku dan Si Mbah tertawa bersama "Ha..ha..ha.."

4 Komentar:

Luh Pastiniasih mengatakan... Reply Comment

jika bodoh maka kamu tidak pintar
jika kamu tidak pintar kamu harus belajar

berarti
jika aku bodoh........???? jawabannya adalah???

Unknown mengatakan... Reply Comment

jika merasa aku bodoh berarti aku sedang pinter, tapi kalo aku merasa pinter itu justru aku orang yang bodoh...

Anonim mengatakan... Reply Comment

Hehehe.. pertanyaanku,
1. berapa cangkir kopi dan berapa potong pisang goreng yang dimakan si Mbah?
2. dengan kurs dolar Rp8.700, brapa rupiahkan yang harus si mbah bayar?

wkwkwk..

Unknown mengatakan... Reply Comment

Jawaban buat mbakayufera:
1. simbah ga makan cangkir kopi tapi minum kopinya lewat cangkir, truz pisang goreng dimakannya dengan digigit bukan dipotong-potong.
2. Si Mbah ga bawa uang dolar memang betul bayarnya pake rupiah dan Si Mbah bayar sendiri karena gak mau aku bayarin, jadi aku gak tau deh dia bayar berapa? hahahahaha... =))

Posting Komentar

Bagi komentar anda, monggo...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Grants For Single Moms