Minggu, 15 Juli 2012

Asyiknya Nonton Wayang Bareng Anak

Di jaman sekarang ini memang tidak semua orang jawa suka nonton pagelaran wayang kulit tradisional, ada juga diantara mereka yang tidak suka, entah karena kurang paham tentang ceritanya, bahasanya atau apapun alasan lainnya. Memang banyak juga cerita dari wayang kulit yang kemudian diangkat dengan versi yang berbeda dari kisah Ramayana dan Mahabarata atau bisa disebut wayang kulit modern.

Wayang kulit modern biasanya menyampaikan ceritanya dengan menggunakan bahasa campuran dan terkadang alur ceritanya bisa berbeda atau keluar dari pakem. Selain itu peralatan yang mengiringi atau gamelannya juga berkolaburasi menggunakan alat musik modern seperti drum, piano dan alat musik lainnya.

Kalau aku disuruh memilih untuk menonton wayang kulit tradisional atau wayang modern, pasti aku lebih memilih menonton wayang kulit tradisional. Alasannya adalah wayang kulit tradisional memiliki unsur seni yang luar biasa, aku bisa lebih banyak belajar dan mengenal budaya nenek moyang. Walaupun banyak juga yang kurang aku pahami dari bahasa yang disampaikan sang dalang karena menggunakan bahasa jawa kuno, tapi bila diikuti alur ceritanya lama-kelamaan bisa dipahami. Buktinya anakku yang tujuh tahun lalu terlahir di Jakarta dan tidak begitu lancar berbahasa jawa pun tetap bisa mengikuti cerita dari wayang kulit.

Ketika itu anakku merengek dan minta diajak nonton wayang kulit. Sebelumnya sempat aku kasih tahu kalau cerita wayang kulit yang mau ditonton itu menggunakan bahasa jawa kuno, tapi anakku bersikeras ingin menontonnya. Bahkan aku juga bilang kalau wayang kulit yang mau ditonton itu acaranya dari sore sampai pagi, tapi lagi-lagi anakku memaksa. Akhirnya aku ajak juga nonton pagelaran wayang kulit, waktu itu lakon atau judulnya "Noroyono Begal".

Malam semakin larut dan cerita wayang semakin seru, aku dan anakku asyik nonton dan duduk di barisan depan. Sebentar-sebentar anakku menanyakan arti bahasa yang diucapkan sang dalang, ada yang bisa aku jelaskan ada juga yang tak bisa aku jelaskan. Namun setelah cerita itu terus berjalan akhirnya anakku mulai memahami dan bahkan kadang malah mencoba menjelaskan kepadaku apa yang diceritakan sang dalang.

Pada pertengahan cerita ada yang namanya "goro-goro" yaitu salah satu cerita wayang kulit yang diperankan oleh punakawan (Semar, Gareng, Petruk dan Bagong) yang biasanya berisi guyonan-guyonan (humor) namun memiliki petuah-petuah yang biasanya membahas tentang keadaan sosial di masyarakat yang sedang trend. Dan goro-goro yang disampaikan malam itu diwakili oleh bintang tamu yang berdandan ala gareng.

Cerita yang diangkat dengan lakon "Noroyono Begal" adalah suatu kisah tentang masa remaja Prabu Kresna yang menjadi perampok, namun Prabu Kresna yang masa mudanya bernama Noroyono itu merampok hanya kepada orang-orang kaya yang serakah dan tidak mau beramal, kemudian hasil rampokannya itu dibagi-bagikan kepada orang-orang miskin yang membutuhkan pertolongan. Sekilas kisah ini mirip dengan kisah Wali Sanga, dimana ada salah satu wali yang masa mudanya juga bekas perampok, yaitu Sunan Kalijaga.

Namun sang perampok akhirnya bertobat setelah terkena pusaka kalimasada oleh puntadewa dan kemudian noroyono menjadi seorang tokoh yang sangat dihormati dengan sebutan Prabu Kresna.

Bila dicermati, setiap cerita wayang sesungguhnya bukan hanya sekedar menjadi tontonan akan tetapi bisa dijadikan tuntunan atau pelajaran yang sangat berharga bagi yang mau memahami.


0 Komentar:

Posting Komentar

Bagi komentar anda, monggo...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Grants For Single Moms